KARANGANYAR TENTERAM


Perkebunan Teh Kemuning

Kemuning, Ngargoyoso, Karanganyar

Candi Sukuh

Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar

Air Terjun Parangijo

Girimulyo, Ngargoyoso, Karanganyar

Telaga Madirda

Puntukrejo, Ngargoyoso, Karanganyar

TAHURA Ngargoyoso

Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar

Senin, 12 Mei 2014

SD NEGERI

SMP NEGERI 1 NGARGOYOSO

DI KELURAHAN NGARGOYOSO

Sejarah Telaga Madirdo


Pada suatu ketika, tersebutlah seorang resi sakti mandraguna bernama Gutama yang tinggal di Pertapaan Agrastina. Kerena kesaktiannya, Resi Gutama pernah membantu para dewa menyelamatkan kahyangan, dan atas jasanya ini, Batara Guru menghadiahi sang resi seorang bidadari bernama Dewi Indradi (Windradi) sebagai istrinya. Walalupun Dewi Indradi sebenarnya lebih menyukai Batara Surya (Dewa Matahari), dia menerima Resi Gutama sebagai suaminya.

Sebelum menikah, Batara Surya menghadiahi Dewi Indradi sebuah mustika bernama Cupu Manik Astagina. Cupu adalah suatu wadah berbentuk bundar kecil terbuat dari kayu atau logam, sedang manik adalah permata. Kesaktian Cupu Manik Astagina adalah dapat memperlihatkan tempat-tempat di dunia tanpa harus mendatanginya.

Telaga kecil di lereng Gunung Lawu yang sejuk.

Cermin. Dengan air yang sangat jernih, memantulkan apa yang ada diatasnya, tapi jika di dekati, dasar telaga dapat terlihat jelas.

Pijakan. Beberapa batuan di pinggir telaga. Sering digunakan oleh penduduk sekitar untuk pijakan saat mandi di telaga yang jernih ini.

Sebelum menikah Batara Surya menghadiahi Dewi Indradi sebuah mustika bernama Cupu Manik Astagina. Kesaktian Cupu Manik Astagina adalah dapat memperlihatkan tempat-tempat di dunia tanpa harus mendatanginya.

Pernikahan Resi Gutama dan Dewi Indradi menghasilkan tiga orang anak. Anak pertama perempuan bernama Anjani, anak kedua dan ketiga kembar, bernama Guwarsi dan Guwarsa.

Suatu ketika, Dewi Indradi memberikan Cupu Manik Astagina kepada Anjani. Ini membuat iri dua saudaranya, Guwarsi dan Guwarsa. Ketiga bersaudara ini pun bertengkar memperebutkannya. Keributan ini lalu didengar oleh ayah mereka. Resi Gutama lalu bertanya kepada Dewi Indradi, darimana dia memperoleh cupu itu. Dewi Indradi yang telah dipesan oleh Batara Surya untuk merahasiakan pemberiannya, hanya diam saja. Ini membuat marah Resi Gutama yang lalu mengutuk Dewi Indradi menjadi batu.

Cupu Manik Astagina lalu dibuang dilempar oleh Resi Gutama. Tempat jatuhnya cupu itu menjelma menjadi sebuah telaga indah dengan air yang sangat jernih, yang kemudian dikenal dengan nama Telaga Madirda. Tiga bersaudara, Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa yang baru saja kehilangan ibu mereka, masih saja menurutkan hawa nafsunya berebut mustika itu dan terus mencarinya. Ketika sampai di Telaga Madirda, mereka mengira cupu itu ada di dasarnya. Guwarsi dan Guwarsa yang menyelam ke dalam telaga, ketika keluar berubah menjadi manusia kera. Sedangkan Anjani yang hanya memasukkan wajah dan tangannya, hanya kepala dan tangannya saja yang menyerupai kera. Mereka kemudian menjadi menjadi bangsa Wanara, manusia (nara) yang tinggal dihutan (wana), atau bangsa manusia kera.

Cupu Manik Astagina lalu dibuang dilempar oleh Resi Gutama. Tempat jatuhnya cupu itu menjelma menjadi sebuah telaga indah dengan air yang sangat jernih, yang kemudian dikenal dengan nama Telaga Madirda.

Ikan. Di telaga ini banyak terdapat ikan-ikan besar yang berenang bebas dan tidak ada yang menangkapnya.

Bermain. Anak-anak desa bermain mencari ikan di sekitar telaga (bukan di dalam telaga). Aliran air di luar telaga memang sebagian digunakan untuk budidaya ikan.

Air. Selain untuk budidaya ikan, air telaga yang jernih juga dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk pengairan, air minum, mandi, dan keperluan lainnya.

Untuk menyucikan diri, dengan petunjuk ayah mereka, mereka bertiga bertapa ditempat yang berbeda. Guwarsi dan Guwarsa yang telah berganti nama menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga. Sedang Anjani di Telaga Madirda, bertapa nyantolo atau berendam seperti katak. Kutukan kepada Anjani akan berakhir setelah dia melahirkan seorang anak titisan Siva. Dengan pertapaannya yang sunguh-sungguh, akhirnya Siva mengabulkannya, melalui makanan yang diterbangkan Batara Bayu (Dewa Angin) kepada Anjani. Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah seorang wanara paling perkasa, kera putih bernama Hanuman.

Sedang Anjani di Telaga Madirda, bertapa nyantolo, atau berendam seperti katak. Kutukan kepada Anjani akan berakhir setelah dia melahirkan seorang anak titisan Siva. Akhirnya Siva mengabulkannya, melalui makanan yang diterbangkan Batara Bayu (Dewa Angin) kepada Anjani. Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah seorang wanara paling perkasa, kera putih bernama Hanuman.

Hanoman dan dua pamannya, Subali dan Sugriwa, merupakan tokoh-tokoh penting dalam epos Ramayana. Hanoman dan Sugriwa yang membantu Rama mencari Sita dan mengalahkan Rahwana. Sedang Subali, adalah guru dari Rahwana (Dasamuka).

Cekungan. Telaga Madirda terletak di sebuah cekungan datar. Di sekitarnya adalah bukit dengan tanaman menghijau, jalan desa, dan rumah-rumah penduduk.

Konstan. Debit air di Telaga Madirda konon selalu konstan. Tidak pernah kering saat musim kemarau dan tidak banjir saat musim hujan.

Telaga Madirda, tempat Cupu Manik Astagina dibuang dan tempat Anjani menyucikan diri, menurut cerita rakyat, berada disini. Tepatnya di lereng barat Gunung Lawu, di Dusun Tlogo, Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Dengan ketinggian sekitar 900 mdpl, telaga ini memang terasa sangat sejuk, tenang, indah dan asri.

Telaga ini tidak terlalau besar, luas airnya hanya sekitar 1000 m2, terletak pada suatu cekungan datar seluas kira-kira 3000 m2. Di sekeliling telaga adalah perbukitan dengan tumbuh-tumbuhan yang menghijau dan rumah-rumah penduduk desa yang bersahaja.

Menghijau. Dengan pasokan air yang cukup, membuat kawasan disekitar telaga menjadi daerah yang subur dan menghijau.

Air Telaga Madirda sangat jernih, sehinga dasar telaga, batuan yang ada di dalamnya, dan ikan-ikan yang bebas berenang dapat telihat dengan jelas. Yang paling menarik, konon air di telaga ini tidak pernah kering dan tidak pernah berlebih. Debit airnya selalu konstan dimusim kemarau ataupun penghujan. Jadi kapanpun telaga ini dikunjungi, akan selalu terasa sejuk dan segar.

Air Telaga Madirda sangat jernih, sehinga dasar telaga, batuan yang ada di dalamnya, dan ikan-ikan yang bebas berenang dapat telihat dengan jelas. Yang paling menarik, konon air di telaga ini tidak pernah kering dan tidak pernah berlebih.

Alami. Telaga ini masih relatif alami, belum banyak fasilitas yang disediakan. Bangunan disekitarnya adalah rumah penduduk desa.

Fasilitas. Hanya ada tambahan fasilitas outbound sederhana yang biasanya malah dipakai anak-anak desa untuk bermain.

Di sekitar lokasi telaga – dalam radius beberapa kilometer – terdapat lima candi Hindu yang diperkirakan merupakan peninggalan Majapahit. Candi yang paling dekat adalah Candi Planggatan, lalu Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Kethek, dan Candi Menggung yang berlokasi dekat Grojogan Sewu. Keberadaan telaga ini kemungkinan masih berhubungan tradisi Hindu Majapahit. Pada setiap menjelang peringatan Nyepi, di telaga ini diadakan upacara Melasti oleh umat Hindu setempat.

Mata Air. Sekitar 10 meter diatas telaga terdapat mata air yang mengisi telaga. Selain itu, mata iar ini juga digunakan untuk mengairi sawah dan kebun penduduk disekitar telaga.

Batu Petilasan. Konon ini adalah batu petilasan tempat Dewi Anjani bertapa menyucikan diri.

Melasti. Beberapa hari sebelum Nyepi – biasanya pada hari minggu – umat Hindu disekitar Telaga Madirda mengadakan upacara Melasti, upacara penyucian menyambut Tahun Baru Saka.

Mesikpun merupakan obyek wisata alam yang sangat indah, keberadaan Telaga Madirda belum banyak diketahui orang. Papan petunjuk lokasi, fasilitas yang ada, dan informasi terkait tempat ini masih dangat minim. Satu sisi, hal ini menyulitkan orang yang ingin berkunjung. Di sisi lain, karena belum banyak pengunjung dan fasilitas buatan manusia, ke alamian tempat ini masih dapat terjaga.

Telaga Madirda dalam putaran 3000

Agrowisata Jambu Getas Merah


Para petani di Dusun Candi, Desa Jatirejo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar yang tergabung dalam kempok tani Putra Jambu (Puja) mengembangkan budidaya jambu merah. Produksi jambu getas merah itu dilirik para pelaku toko modern.

Pengembangan budidaya jambu getas merah di wilayah Ngargoyoso dipelopori oleh Wajibto. Dia mengembangkan budidaya jambu getas merah selama lima tahun terakhir. Lantaran sukses, maka para petani lainnya ikut mencoba mengembangkan jambu getas merah di lahannya masing-masing.

“Awalnya memang susah, para petani belum mau menanam bibit jambu getas merah. Namun setelah panen sukses mereka ikut mengembangkan jambu getas merah,” ujar Aris Setyawan, anak kandung Wajibto di sela-sela launching pengembangan jambu getas merah di Ngargoyoso,

Menurut dia, benih jambu diperbanyak melalui sistem cangkok di setiap pohon. Setiap pohon bisa memproduksi ratusan benih jambu siap tanam. Bahkan, benih jambu tersebut telah dipasarkan hingga ke luar Pulau Jawa seperti Lampung, Kalimantan dan Papua.

Pengembangan jambu getas merah di Ngargoyoso dilakukan di lahan seluas sekitar kurang lebih 10 hektare. Produksi jambu getas merah bisa mencapai sekitar tiga-empat ton/panen. Panen tersebut dilakukan setiap dua pekan sekali.

“Pemasarannya masih di pasar lokal di wilayah Soloraya. Namun pengusaha toko modern sudah banyak yang pesan. Kemarin ada pengelola PT.Giant Supermarket yang memesan namun stok buah tidak ada,” paparnya.

Buah jambu getas merah dijual di pasaran seharga Rp4.000-Rp6.000/kg. Biaya produksi jambu getas merah lebih murah dibanding buah lainnya. Yang penting, lahan pertanian harus basah dan diberi pupuk secara berkala.

Sementara itu, pendiri Forum Karanganyar Mapan, Agung Yudi Prasetya, menuturkan pihaknya menggandeng para petani di Desa Jatirejo, Ngargoyoso untuk mengembangkan budidaya jambu getas merah. Pihaknya bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) meneliti varietas jambu getas merah selama sekitar sembilan tahun.

Pihaknya berharap para petani lainnya di wilayah Karanganyar dapat mengembangkan jambu getas merah di lahannya masing-masing. Apalagi, wilayah Karanganyar sangat cocok untuk mengembangkan jambu getas merah lantaran berada di lereng Gunung Lawu. “Jadi butuh waktu sekitar sembilan tahun untuk meneliti buah jambu getas merah. Kami ingin memberdayakan para petani untuk mengembangkan jambu getas merah,” pungkas dia

Candi Sukuh

Kawasan Sukuh
Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah, menyimpan
keindahan alam yang tak kalah untuk dinikmati.
Daerah yang berada 100 meter dari permukaan
laut itu berembus udara dingin yang menyegarkan
suasana pagi. Belum lagi iringan nyanyian
burung-burung, menambah geregetnya kawasan
Sukung Berjo yang dinginnya mencapai 12 derajat
Celsius ini.
Di Kabupaten Karanganyar, terdapat sekitar 70
objek wisata, di antaranya wisata alam, wisata
sejarah, sampai agrowisata (wisata perkebunan).
Salah satunya adalah Candi Sukuh di kaki Gunung
Lawu, Kecamatan Ngargoyoso. Sepanjang jalan
menuju Candi Sukuh, banyak terdapat homestay
atau penginapan rumah warga dengan harga
sewa yang bervariasi. Selain homestay, di sana
juga ada sejumlah cottage dan vila. Perjalanan
menuju Candi Sukuh menempuh jalan yang
menanjak.
Untuk masuk ke kawasan Candi Sukuh,
pengunjung harus membayar tiket masuk Rp
2.500. Candi Sukuh sendiri didirikan pada
pertengahan abad 15, tepatnya 1437 Masehi atau
1359 Saka. Penetapan itu bisa diketahui melalui
relief sebelah kiri yang dinamakan gapuro (9),
buto (5), makan atau aban (3), orang atau wong
(1). Bila dibaca dengan cara dibalik, barulah jelas
tertera penanggalan Jawa 1359 Saka. Dasar
inilah yang dipakai untuk menentukan berdirinya
Candi Sukuh, setelah menyesuaikan dengan tahun
Masehi yang berselisih 78 tahun dengan tahun
Jawa.
Ada beberapa tradisi yang masih berlangsung di
Candi Sukuh, di antaranya adalah ruwatan.
Tradisi ini mengacu pada relief seorang bayi yang
direbutkan dua orang anak. Gambar itu
menggambarkan bahwa dalam hidup, manusia
direbutkan oleh dua kekuatan, yakni baik dan
buruk. Agar bisa kembali ke asal, manusia harus
suci. Agar bisa suci, maka harus diruwat atau
dibersihkan.
Selain relief tadi, di sana terdapat pula relief
kepala (kala) yang menyimbolkan karma manusia.
Selain itu, ada relief Bima yang menyimbolkan
manusia, Dewa dan Tuhan. Tak kalah menarik di
sana juga mengalir air Tirta Marta (air
kehidupan) yang diyakini dapat hidup kekal bila
meminumnya.
Di kawasan Sukung Berjo, Anda juga jangan lupa
mampir di Greenhouse untuk memetik bunga
Krisan. Bunga yang memiliki sekitar 200 varian
ini sering dipakai oleh semua perangkai buket di
seluruh dunia. Satu ikat, yang berisi sepuluh
tangkai, dijual dengan harga Rp 10 ribu. Dan,
bunga Krisan paling laku terjual adalah yang
berwarna putih dan kuning.
Kawasan lain yang juga menarik buat dikunjungi
yaitu air terjun Jumog. Air terjun dengan
ketinggian 30 meter ini konon memiliki aura
mistis. Di sana, bila Anda memohon sesuatu, maka
akan bisa terkabul. Entahlah.
Di dalam kawasan air terjun Jumok, juga
terdapat kebun kopi dan kebun cengkih. Hidup
pula di kawasan air terjun Jumok sejumlah hewan
liar dari jenis yang tak berbahaya. Sementara di
salah satu sudut kawasan yang baru dibuka
untuk umum sejak setahun belakangan ini,
tersedia pula jajanan sate kelinci. Rasanya,
sama lezatnya dengan sate ayam. Ingin mencoba
juga?